Akankah cinta mengerti rasa di hati?
Cinta... terdakang memaksa kita untuk pergi. Seperti Nindia, yang terpaksa harus meninggalkan suami karena rasa cintanya yang begitu dalam. Akankan dia mampu mengatasi rasa di hatinya??
Aku membuka mata
dan lagi-lagi hanya memandang gelap. Semakin pekat saja rasanya. Sementara itu
jari-jariku sibuk memainkan sebuah cincin yang telah lama kutanggalkan. Emas yang
dipadu permata hijau
berbentuk hati itu memang tak lagi tersemat di jariku, namun aku selalu
menyimpannya, sama seperti selalu kusimpan kenangannya.
“Coba kamu
pikirkan lagi, Nin. Aku tidak memaksamu, tapi ini demi kebaikanmu.” Ralin
sedikit berteriak agar terdengar olehku yang duduk santai di beranda.
Kudengar derap langkah
kakinya dari dalam rumah mendekat ke arahku. Sendal lantai itu berkeriat akibat
terseret kakinya yang besar. Kemarin dia bilang berat badannya naik tiga kilo.
Aku tidak heran karena nafsu
makannya bertambah belakangan ini. Aku juga tidak peduli selama ia tak mengeluh
karena bajunya kekecilan atau sepatunya tidak muat lagi. Tapi kali ini dia
malah menggunakan kelebihan tubuhnya itu untuk memojokkanku.
“Kamu masih muda, langsing, cantik, dan pintar.
Tidak ada yang akan mempermasalahkan keadaanmu.” Suaranya bergetar. Ini
pertanda kalau Ralin mulai serius.
“Apa gunanya itu
semua kalau aku…”
“Kali ini beda,”
Ralin segera memotong ucapanku. Ia duduk di bangku sebelah hingga kayu tua yang
didudukinya berderit. “Aku sudah cerita
tentangmu dan dia menerima semuanya. Dia tidak apa-apa, Nin,” tegasnya sekali
lagi. “Lelaki ini menerimamu apa adanya. Dia tidak masalah dengan statusmu yang
pernah bersuami dan dia juga tak akan menuntut seorang anak darimu. Dia
laki-laki yang tepat, Nin.” Ralin melanjutkan.
Aku tak bisa
membalas ucapan Ralin kali ini. Aku hanya diam yang berarti memberikan
keputusan kepada Ralin yang mungkin lebih bisa berpikir panjang daripada aku.
Ia pun langsung mengambil telepon dan mengatur waktu pertemuanku dengan seorang
laki-laki yang ia bilang sempurna itu.
Ralin memang
sering membujukku untuk dikenalkan kepada teman-teman maupun teman suaminya.
Aku akui ia berniat tulus demi kebahagiaanku. Namun berkali-kali aku menolak
tawarannya dengan alasan yang sama. Aku hanya tidak mau mengecewakan lelaki
manapun lagi dengan keadaanku seperti ini. Lagi pula aku juga tak memungkiri
bahwa aku belum bisa melupakan Satria. Tidak, lebih tepatnya, aku tak akan
pernah bisa melupakannya.
***
Pertemuanku
dengan Satria bisa dianggap konyol. Ketika itu ia masih karyawan magang di
sebuah perusahaan. Agar bisa menjadi karyawan tetap, Satria berusaha keras
untuk mencari formula aroma parfum terbaik untuk perusahaannya.
Saat itulah ia
bertemu denganku dan bilang kalau tubuhku wangi. Aku langsung menamparnya waktu
itu. Tentu saja kupikir dia orang cabul yang ingin menggangguku. Ia terus
mendekatiku dan barulah dia menjelaskan tentang dia dan pekerjaannya.
Kami semakin
sering bertemu dan memutuskan untuk menjalin hubungan. Namun semua tak seindah yang kuharapkan. Kami sering
bertengkar karena masalah-masalah kecil. Banyak hal yang membuat kami terjebak
pada kesalahpahaman.
Ketika aku masih
menjadi mahasiswa akhir yang sedang menyelesaikan skripsi dan Satria telah memiliki
jabatan di perusahaan, sebuah masalah lagi-lagi menguji kami.
Pagi-pagi
sekali, Satria menjeputku di rumah lalu mengantarku ke kampus. Ia memang selalu
mengantarku setiap hari. Hingga aku menyadari ada sesuatu yang tidak biasa.
“Gaya rambutmu
berubah, ya?” tanyaku padanya sambil menata sedikit rambutnya yang terkena
angin.
“Nggak kok,
memang sudah begini sejak seminggu lalu. Oh, aku semakin keren ya?!” candanya.
Aku kadang dibuat
kesal dengan sikap percaya dirinya yang berlebih. Kuakui Satria memang punya
wajah tampan dan tubuh ideal dengan tinggi badan dan otot-otot seksi. Alisnya
yang tebal dengan bola mata cokelat yang ia dapat dari gen ayahnya itu juga
menambah pesonanya sebagai lelaki idaman bagi setiap hawa.
Setidaknya aku
bisa mengimbangi kesempurnaannya dengan parasku yang tak kalah memesona. Aku
tidak menyombongkan diri. Tapi kecantikan yang kumiliki ini sudah dinilai
banyak orang. Buktinya aku pernah menjadi putri kampus dan beberapa kali
ditawari menjadi model namun selalu kutolak karena bukan bidangku.
Siang harinya
aku menyadari bahwa ia mengenakan setelan kemeja baru waktu menjemputku. Satria
juga memakai parfum yang kuhadiahkan padanya. Kombinasi citrus yang dominan dengan
esensial bergamot itu tercium pekat pertanda ia baru memakainya. Aku tidak
mungkin salah. Bau chyper yang khas dari parfum produksi Itali itu memang
spesial.
Dari semua
parfum, hanya jenis aroma itulah yang menjadi favorit kami berdua. Bagiku, campuran
esens bergamot yang buahnya hanya masak pada akhir musim gugur atau awal musim
semi itu mampu mengikat berbagai aroma
lainnya. Seperti menghadirkan rasa lembut yang menyegarkan serta memberi
sensasi romantik dari perpaduan wangi apricot dan labdanum.
Sedangkan Satria
menyukai chyper floral bunga lili yang kupakai. Wangi oakmose sebagai base notes[1]-nya
yang segar ketika bereaksi dengan aroma tubuhku selalu membuatnya merasa hangat. Dia bilang aku dan chyper
adalah komposisi sempurna sebuah minyak wangi. Ah, dia memang pandai merayu.
Tapi yang
membuatku curiga, kenapa dia memakai parfum itu hari ini. Tidak ada yang
spesial hari ini. Seharusnya ia hanya memakai parfum produksi perusahaannya
seperti biasa. Bukankah parfum mewah itu hanya dipakai saat kami berkencan atau
hari-hari spesial lainnya. Ada apa dengan hari ini?
Harusnya aku
sudah mulai curiga bahwa banyak perubahan padanya pagi ini. Tapi aku tak mau
menimbulkan kesalahpahaman antara kami. Aku tak mau bertengkar karena aku sudah
memutuskan untuk percaya padanya.
Menjelang waktu
makan siang, aku datang ke kantornya. Aku akan mengajaknya makan siang di
restoran seafood langganan kami. Tapi Satria tak ada di kantor. Rekannya
bilang ia baru saja keluar.
“Halo,”
kuputuskan untuk menelponnya saja.
“Ah, sayang. Ada
apa? Apa kamu merindukanku?” sahutnya dari seberang. Lagi-lagi dia menggila
dengan kepercayaan dirinya.
“Ia aku rindu.
Rindu sekali.” Aku menambahkan satu kecupan di telepon. Ah, ternyata aku tak kurang
gila darinya. “Kamu sudah makan siang?”
“Aku masih di
kantor, sepertinya akan makan siang sekalian dengan klien,” jawabnya.
“Di kantor?” Aku
terkejut. Jelas-jelas rekannya bilang dia sudah pergi. “Kamu tidak sedang
berbohong, kan?”
READ MORE >>>
READ MORE >>>
Picture; http://www.designaweddings.co.nz/wp-content/uploads/2010/09/Wedding-Photo.jpg
[1] Jenis aroma yang muncul setelah top notes dan middle noter dari
parfum. Base notes adalah aroma yang bertahan paling lama.
This comment has been removed by a blog administrator.
ReplyDelete