sumber internet |
Untuk
pertama kalinya aku melihatmu goyah.
Tapi aku
sungguh mengenalmu, ayah. Kau bukanlah orang yang lemah. Kau adalah ayah yang
akan menyingsingkan lengan ketika tahu bahwa putrimu diremehkan. Ayah selalu
datang ketika aku membutuhkan walau hanya untuk membetulkan rantai sepeda, ban
kempes, buku pelajaran yang ketinggalan, atau sekedar bekal sarapan yang lupa
kumasukkan tas. Kau memilih menempuh jarak jauh daripada meninggalkanku dalam
kesulitan. Ya, kau adalah ayah yang rela menungguku hingga larut malam
sementara aku kelayapan bersama teman-teman.
Ketika mendengar kabar dari tetangga bahwa aku mengalami kecelakaan, kau terbirit-birit meninggalkan sawah. Kau tak peduli pada padi yang belum usai dibabat. Hanya membasuh tangan sekenanya dengan air di parit, melupakan kakimu yang masih tak beralas, kau pakai kaos lusuh penuh keringat itu lalu segera menyusulku ke puskesmas. Padahal yang kupikirkan saat itu hanyalah diriku sendiri. Aku tak pernah khawatir bila kau akan cemas mendengarku lumur penuh darah. Aku terlalu egois mengabaikan perasaamu yang luka karena kecerobohanku.
Kau selalu
terlihat kuat dimataku. Kau tak pernah mengeluh atas kebutuhan dapur yang
selalu beralih harga. Kau juga tak pernah meminta ibu untuk mengurangi sayur
atau lauk karena tentu kau ingin aku mendapatkan gizi yang cukup. Kau juga tak
pernah menyerah meski berkali-kali aku membuat masalah.
Kau mungkin
jarang tersenyum di depanku. Namun aku tahu setiap malam kau berbincang dengan
ibu tentangku. Mulai dari kenakalan-kenakalan hingga bangganya dirimu
memilikiku. Dari bilik kamarku aku mendengar tawa bahagiamu bersahutan dengan
riang celoteh ibu.
Ya, kau
adalah orang seperti itu, ayah. Kau bukan orang yang mudah menyerah.
Namun malam
itu, untuk pertamakalinya aku melihat cairan bening bermuara di sudut matamu.
Aku merasakan tangan gemetar yang bertumpu padaku. Aku mendengar desis rintih
yang tak mampu lagi kau tahan dihadapanku.
Hanya malam
itu, dimana air matamu luruh menatap tubuh ibu yang terbujur kaku. Enam puluh
menit setelah kau menghapus air mataku, aku menyaksikanmu goyah. Malam itu. Hanya malam itu, tidak pada malam-malam sebelum atau sesudahnya. Karena kau harus bertahan untukku.
Flash fiction
Tadinya mau
diikutkan dalam tantangan #NulisBarengAlumni @KampusFiksi bertema #Ayah tapi, sudahlah...
Tulungagung, 23 Oktober 2015
~Reezumi~
This comment has been removed by a blog administrator.
ReplyDelete