Nggak ngeri ta, Nis?
Gusi dibedah, gigi dibelah?!
Hm…
Ini bukannya menakut-nakuti ya! Pastikan baca tulisan ini sampai akhir agar
tidak salah persepsi.
Assalamualaikum… Sudah baca PART I Geraham Bungsu Tumbuh di Usia 20 Tahunan? Yakin Gigimu Normal?, kan? Lalu gimana kondisi gigimu? Adakah yang mengalami impaksi? Yuk lanjut membahas tentang satu masalah
kesehatan gigi yang satu ini.
Saat mendapat diagnosa Impacted teeth, dokter
tak banyak berujar, hanya menjelaskan seperlunya lalu memberi rujukan. Namun
bagiku, mendapati fakta tentang gigi impaksi merupakan pengalaman pertama dan
akan selamanya menjadi yang pertama. Aku perlu tahu apa yang terjadi padaku
sehingga menimbulkan rasa sakit yang tak bisa dijabarkan dengan kata seperti ini. Fyuh~~.
Jika mengetik kata kunci tentang
gigi impaksi, maka akan muncul ratusan gambar, video, dan artikel yang bikin
ngeri. Rasa takut lebih dulu menyiutkan nyali. Alhamdulillah, sedikit paham
tentang dunia penulisan online, jadi aku bisa memilah mana yang harus aku baca dan
mana yang toxic sehingga harus dihindari jauh-jauh.
Kalau ditanya, ‘apa nggak ngeri?’
maka aku pasti menjawab tegas, NGERI BANGET. Karena ketakutan itulah yang membuatku
terus menunda untuk periksa ke dokter, takut prosesnya, takut hasilnya, takut
sakitnya, takut resikonya, dan segala macam ketakutan para pemula. Dan inilah lima alasan yang mampu meredam semua rasa takutku. Apa saja?
Pertama…
Terus mengingat kondisi saat ngilu
terjadi. Mungkin dihadapan orang lain, tampak tak ada yang salah pada diriku, terlihat sehat
dan baik-baik saja. Nyatanya, dibalik segala rutinitas, aku harus menahan rasa
sakit sambil bersikap normal.
Rasa ngilu bisa terjadi
sewaktu-waktu, nggak mengenal tempat, bahkan jangka waktunya bisa
seharian-semalam sampai tak bisa tidur. Beda dengan sakit pada gigi berlubang,
beda sekali. Ngilunya itu tak hanya di gigi namun terasa sampai rahang bawah
(di area dagu) lalu menjalar ke atas, menjangkau pipi dekat telinga. Tak lama,
jika terus dibiarkan pening mulai menjangkit kepala.
Alhasil, semua hal itu membuat
konsentrasi buyar, kerja tak bisa fokus, lemas, tak ada tenaga apalagi
semangat. Belum lagi ibadah, sulit sekali untuk konsentrasi, baru takbiratul ihram eh gigi udah nyut-nyutan. Mau baca quran bahkan baca buku saja itu sudah nggak ada minat jadinya. Bawaannya pengen cepat-cepat meringkuk di kamar. Ugh… ini perasaan yang hanya bisa dimengerti oleh kamu yang pernah
mengalami sakit gigi. Sebab, tanpa merasakan langsung, kamu hanya akan bilang, “Gitu aja kok sakit! Lebih nyeri sakit hati,
kaleee”. Hm… terus aku bakal
bilang,” MAU COBA NGERASAIN??”
Nah,
saat mengingat masa-masa menderita inilah, maka rasa parno akan pencabutan gigi berubah jadi sebuah masalah kecil yang tak perlu dikhawatirkan. Intinya, aku nggak mau tersiksa lebih lama. Yes!
Kedua…
http://www.perfectsmiledentalstudio.com/uploads/8/2/6/0/82600712/published/wisdom-teeth.png?1527008038 |
Alasan kedua cukup realistis. Rasa
sakit yang semakin intens membuatku bergantung pada obat pereda nyeri. Padahal aku
adalah orang yang lebih suka ‘menahan sakit’ dari pada harus minum obat. Bahkan di saat flu
atau pusing sekalipun, aku sangat menghindari obat dan pilih herbal
atau rempah-rempah sebagai pengobatan. Jadi, saat sudah mengonsumsi obat maka artinya
aku tidak tahan lagi dengan rasa sakitnya alias sudah super sakit sekali.
Oleh karena itulah, aku menekan rasa
takut pada operasi gigi impaksi agar bisa segera menghentikan diriku sendiri
dari konsumsi obat. Titik.
Ketiga…
Semenjak mendapati ketidaknormalan
pada geraham bungsu, perlahan aku tak bisa makan semua jenis makanan. Padahal
dulunya adalah pemakan segala tanpa pilih-pilih apapun. Awalnya dimulai dengan tidak bisa
makan es dan minuman dingin, lalu mulai sering sakit saat makan yang
keras-keras, semakin hari tak bisa mengunyah dengan sempurna.
Sejak saat itulah selera makan
berkurang, jadwal makan berantakan, dan nutrisi tak terpenuhi lagi. Makin lama
makin merasa kalau tubuh tidak sesehat dulu dengan pola makan yang kacau.
Inilah sebabnya mending segera operasi daripada bertahan dengan siklus makan
yang berantakan. Pengen banget bisa ngunyah sate, Ya Allah…
Keempat…
Diusiaku sekarang, bisa dikatakan
cukup terlambat mengetahui adanya gigi impaksi. Jika tahu lebih awal maka
proses pencabutan akan lebih mudah karena akar gigi belum terlalu kuat. Selain
itu, mendeteksi lebih awal juga mencegah kerusakan lebih parah. Sayangnya, aku
baru tahu disaat rasa sakit sudah muncul yang perlahan menyiksa mulut. Andaikan
paham dari dulu maka bisa segera mengambil tindakan sebelum si gigi merajalela
(hehe).
Kelima…
Ada kondisi dimana kita tidak bisa
melakukan operasi gigi (pencabutan gigi), antara lain saat sedang hamil, ketika
tekanan darah terlalu tinggi, saat hasil tes darah tidak stabil, maupun ketika
sedang sakit. Sebenarnya yang benar-benar dilarang adalah wanita hamil muda
atau sedang hamil tua. Sementara kondisi lain yang aku sebutkan tadi relative,
namun lebih baik dicegah daripada menimbulkan efek samping yang lebih parah, kan?
Atas pertimbangan ini pula, mumpung
aku belum hamil (OMG, btw kapan nikah ya :), mumpung fisik cukup
stabil, dan sebelum akar gigiku semakin kuat, maka aku putuskan untuk melawan
semua rasa khawatir dan takut yang tadinya menyelimuti pikiran.
Apakah semua
gigi impaksi harus dicabut?
https://naenaedentalclinic.co.nz/assets/Uploads/_resampled/ScaleWidthWyI3MTQiXQ/Wisdom-teeth-extraction.jpg |
Pertanyaan ini pun sudah pernah aku
lontarkan pada dokter. Ia menjawab bahwa tindakan bisa berbeda-beda tergantung
masing-masing kondisi. Jika menyebabkan sakit berkepanjangan seperti aku alami,
maka lebih baik segera dihabisi.
Namun jika tidak sakit, maka cukup merawat
gigi impaksi dengan telaten agar tidak bermasalah dikemudian hari. Jika ada yang berlubang pada gigi impaksi,
memang ada kesempatan ditambal jika lubangnya kecil. Tetapi, salah satu dokter
yang aku temui lebih menyarankan dicabut karena tambalan pada gigi impaksi akan
lebih cepat rusak dan sulit perawatannya.
Punya lebih
dari satu gigi impaksi?
Peluang ini sangat bisa terjadi.
Seorang temanku memiliki 4 wisdom teeth,
sementara aku sendiri punya 3 buah. Kemudian dokter yang memberiku rujukan
ke rumah sakit berkata bahwa pencabutanya akan dilakukan satu persatu dan itu
termasuk dalam ‘operasi kecil’ yang harus dilakukan oleh spesialis bedah mulut
(Drg. BM.)
Namun ketika tiba saatnya menjadwalkan
waktu operasi di salah satu rumah sakit rujukan, aku diberikan pilihan, mau
cabut satu persatu atau tiga sekaligus. Hey! Kabar tersebut membelalakkan
mataku tiba-tiba. Kenapa harus ada pilihan cabut tiga sekaligus???
Melihatku bimbang, seorang perawat memberi
waktu berpikir sambil aku mengurus beberapa dokumen kelengkapan. Akupun
mulai memutar otak sambil berselancar di internet mencari para blogger yang
pernah melakukan pencabutan gigi sekaligus. Tahukah yang aku dapati? BIUS
TOTAL, TIDAK SADARKAN DIRI, OPNAME, DRYSOCKET, dan lagi-lagi rasa takut muncul.
Hampir satu jam aku duduk di salah
satu sudut ruang tunggu rumah sakit, memandang hanphone, mengabaikan lalu
lalang para pasien maupun keluarga yang sedang menghadapi lara. Pada akhirnya
keputusan bulat jatuh pada pencabutan 3 gigi sekaligus. Tentu saja aku sudah
menimbang-nimbang positif dan negatifnya.
Sayangnya, ketika mental sudah kuat,
persiapan sudah terencana, rasa takut mulai memudar, namun ‘operasi besar’ ini
tak bisa dilakukan karena kendala BPJS. Hm…
Apa mau dikata, jika Allah telah berkehendak. Akupun harus melakukan pencabutan
satu persatu dengan total tiga kali operasi kecil.
Lalu, bagaimana prosedurnya? Apa
saja tahap-tahap yang harus dilalui pasien rawat jalan gigi impaksi dengan 3 wisdom teeth? Yang paling penting, butuh
biaya berapa dan apakah BPJS bisa diandalkan? Lanjut ke postingan part 3 ya.
Jika sempat akan aku tulis sebelum operasi, namun jika sering kumat maka harus
aku tunda hingga pasca operasi. Semoga Allah mengijinkan…. Wassalamualaikum
warahmatullah wabarakatuh.
Sakit
gigi nggak bisa senyum.
Jadi
harap maklum.
wisdom teeth removal may be done by a dentist or an oral surgeon.
ReplyDelete