20
April 2014
Hmmm……… Apa yaaa….. Hmmm…… Lama nggak nulis di blog nih…………. Jadi bingung harus mulai dari mana… Hmmmm…………………… Udah bikin judul : Kampus Fiksi Road to Malang, tapi…………….. ngga tau mau nulis isinya…………………….
Gini aja deh,
dari pada makin bingung dan blog ini cuman berisi titik-titik doang dan semakin ngaco, juga banyak typo, mending
cerita dari awal………………… sangat awal………………. (Eh… kok pakai titik-titik lagi)
Awalnya
berharap banget Kampus Fiksi Road Show bisa mampir di Jawa Timur, Blitar,
Kediri, Tulungagung atau paling banter ya di Malang atau Surabaya. Akhirnya
Malang menjadi tempat singgah Pak Edi Mulyono dan tim yang lain.
Ada seorang
teman yang bertanya, “Ngapain sih harus ikut Kampus Fiksi Road Show? Bukannya
kamu udah member Reguler? Paling materinya sama aja. Lebih banyak yang
Reguler juga kan?! Kayak nggak punya kerjaan aja.”
Hm… Kalau mengartikan “kerjaan” dengan makna
aslinya ataupun makna lain dan makna kiasannya, pasti teman-temanku tahu semua .
Ya, tentu saja aku punya “kerjaan” yang benar-benar kerjaan, juga “kerjaan”
sebagai kesibukan yang menjadi rutinitas, atau “kerjaan” yang menjadi
kesenangan sampingan. Namun aku tak juga
menemukan alasan yang bisa mewakili jawabanku atas pertanyaan itu. Satu-satunya
jawaban yang keluar dari mulutku adalah, “Karena aku mau.”
Aku
tak perlu mengatakan atau meyakinkan orang lain akan artinya Kampus Fiksi
bagiku. Yang pasti aku merasa senang, aku merasa bahagia dan tak peduli
seberapa besar aku kehilangan atau seberapa besar yang aku dapatkan dari Kampus
Fiksi. Aku mau. Aku Suka. Hanya itu, nggak ada yang lain.
Dan
dengan segala keterbatasan akhirnya aku berangkat ke Malang, berempat. Salah
satunya dengan karibku.
Keterbatasan? Yaps… Mulai dari tempat menginap yang entah mau tidur dimana. Menuju Perpus Kota,
lokasi Kampus Fiksi Road Show naik apa. Tanya jalan ke siapa dan semua yang
serba keterbatasan lainnya. Apalagi waktu di kereta dapat wejangan dari seorang
bapak-bapak yang mengaku baru dari Trenggalek.
“Hati-hati ya, di sana banyak orang jahat. Anak saya saja sudah habis 4 hape,” katanya menasehati.
“Hati-hati ya, di sana banyak orang jahat. Anak saya saja sudah habis 4 hape,” katanya menasehati.
Entah
darimana pikiran buruk itu muncul, habis di jual anaknya sendiri apa
benar-benar di copet tuh?! Hm… abaikan yang ini.
Untungnya si bapak tadi orang yang baik dan bersedia mencarikan angkot ber-kode AL untuk menuju ke salah satu kos temennya temenku.
Untungnya si bapak tadi orang yang baik dan bersedia mencarikan angkot ber-kode AL untuk menuju ke salah satu kos temennya temenku.
Beruntungnya
lagi, ada mbak (aku nggak tau namanya) yang sudah bersedia memberi tumpangan di
saat-saat darurat. Yang rencananya tadi mau menginap di rumah saudaranya teman ternyata yang punya rumah sedang keluar kota. Hampir selama perjalanan di kereta kami panik mencari koneksi teman maupun kerabat di Malang. Ada yang menyarankan buat tidur di
Masjid atau mushola, bahkan salah seorang penumpang yang duduk di depanku
bilang agar tidur di warnet 24 jam saja yang punya ongkos murah dari pada
harus menyewa tempat. Hm….. that was my first time visited Malang you know.
Ok…
angap saja itu kepanikkan awal. Lalu, dari mbak yang aku nggak tahu
namanya, aku jadi bisa tahu BAGAIMANA DAN SEPERTI APA ITU UNIVERSITAS NEGERI
MALANG. Wonderful… Ya…taulah, di postinganku sebelum-sebelumnya dan juga di
dalam curhatan buku antologiku, impiannku adalah bisa
kuliah di luar kota, di kampus besar. Meskipun kenyataanya aku hanya bisa menyimpan mimpi-mimpi itu dalam tidurku.
Dan
inilah penampakan kampus yang entah kapan aku bisa datang lagi ke sini… #AlahNisNis
Ok. Cukup tentang impian yang tetap menjadi mimpi itu.
Sekarang sampailah pada acara utama. Goes to Perpus Kota Malang. Pertama kali
sampai di tempat ini, ramai. Katanya pada hari itu ada pasar
minggu, pasar yang rutin muncul di setiap minggu pagi. Banyak anak-anak muda
bergerombol, berpasangan atau berjalan sendiri menyusuri sepanjang jalan yang
saat itu lebih tampak seperti pasar beneran. Banyak penjual berbagai macam
barang, makanan, minuman dan semua yang menurut mereka bisa dijual. Sempat
terlihat pula kerumunan orang dengan berbagai binatang langka ditubuh mereka.
Di halaman depan kami disambut lagi oleh stan-stan berbagai
penerbit yang menjajakan buku-buku dengan beragam diskon. Ternyata saat itu
juga ada bazar buku dan aku sangat suka bagian ini. Buku-buku dnegan harga
murah??! Berani-beraninya mereka menyodoriku tumpukan berbagai ragam buku dan
novel di saat dompet tipis begini. Rasanya buku-buku itu menantang, seberapa
kuat imanku untuk tak membeli mereka. Dan, pada akhirnya aku pun tergoda dan
membawa pulang beberapa. *Ah… paling nggak tahan sama rayuan maut si buku.
Now…??? Kampus Fiksi??? Bukankah Kampus Fiksi itu tentang Pak
Edi? Mbak Ve? Mbak Rina? dan yang lainnya… Lalu di mana mereka???
Nih dia suasana Kampus Fiksi tampak belakang…
Akhirnya aku bisa memenuhi nazarku. Sebuah nazar yang aku
ucapkan beberapa bulan lalu sebelum acara Kampus Fiksi 4 di bulan September
2013. Ya, meskipun nazar itu hanya aku ucapkan pada diriku sendiri, aku merasa
bertanggung jawab untuk memenuhinya. Sesuatu itu….biar aku saja yang tau. :-)
Oh iya, aku juga bertemu mbak Lia, peserta KF4 yang
juga penulis novel Let Me Love, Let Me Fall dan juga Asti, peserta KF1 yang telah
merelakan tempat tidur kostnya aku tempati di hari keduaku di Malang. Thanks
Asti, atas semua bantuanmu selama di kota yang asing bagiku itu.
Hari senin, dan aku harus pulang. Harusnya dari kemarin aku
sudah pulang, namun karena tiket kereta hanya ada jam 14.00 dan saat itu
acaranya belum selesai lalu jadwal selanjutnya baru jam 08.00 pagi maka aku dan
teman-teman harus menunggu sehari lagi. (Untung dapat tempat menginap lagi. Sekali lagi thanks Asti)
Belum selesai dengan kaki yangpegal linu, mata yang masih enggan terbuka lebar, aku dan Rina, kawanku langsung kembali dengan
rutinitas. Mengerjakan tugas kuliah. Belum pulang, belum ganti baju, ransel
masih di punggung dan kami menuju tempat janjian mengerjakan tugas. Ya…
inilah ceritaku… apa ceritamu, ke 150 peserta KF Malang???