Mbolang ke Pantai Pucang Sawit, Katanya Sih Belitung-nya Tulungagung??? - Reezumiku

Tuesday, July 24, 2018

Mbolang ke Pantai Pucang Sawit, Katanya Sih Belitung-nya Tulungagung???



Assalamualaikum…

Akhirnya tulisan ini bisa selesai mekipun lebih lambat dari perkiraan saya.  Tadinya ingin langsung nulis,  post,  upload video sekalian.  Namun Allah berkehendak lain dengan mendatangkan berbagi kerjaan di saat yang sama.  Alhamdulillah,  apapun itu disyukuri aja.

Oke,  balik ke topik utama.  Perjalanan ke Pantai Pucang Sawit memang begitu berkesan. Banyak cerita mulai dari hal-hal biasa,  seru,  menyenang, menegangkan hingga menakutkan.  Planning ke pantai ini sudah ada sejak akhir 2017 lalu. Karena termasuk pantai baru dan aksesnya sulit,  saya harus pikir-pikir dengan matang apalagi urusan partner ngebolang.  Kan nggak seru kalau tiba-tiba di tengah perjalan, mereka pada minta balik karena takut mlipir-mlipir tebing?!

Setelah melalui semua itu,  akhirnya yang berhasil berangkat adalah saya,  Dinar, dan mbak Evy. Setrong woman-wonder woman atau apalah sebutannya.  Kita pernah ngebolang bareng sebelumnya ke Pantai Pacar, Pantai Lumbung dan Pantai Nglinci bertiga,  so saya sudah tau kemauan dan kemampuan mereka soal mbolang medan sulit kayak gini.

Jangan bandingkan dengan cowok-cowok loh ya.  Mbolang cewek-cewek doang itu nggak semudah ‘minum air tinggal sruput’. Apalagi tujuan utama saya bukan cuma untuk melepas stres tapi juga hunting foto dan video sebagai pelengkap tulisan.  Pastinya perlu banyak persiapan. Belum lagi urusan keamanan.  Alhamdullillah-nya,  di Tulungagung termasuk wilayah aman buat cewek jalan-jalan meski di daerah pinggiran sekalipun atau bahkan solo traveling.


Singkat cerita,  kita bertiga berangkat jam 7.45, molor 45 menit dari rencana.  Setelah melalui perjalanan ke kecamatan Pucanglaban lewat jalur Lok Songo,  kita sampai di loket masuk wisata Pantai Lumbung,  Pantai Nglinci,  PantaiPacar,  Pantai Molang,  Kedung Tumpang dan Pantai Pucang Sawit.  Biaya masuknya adalah 5000 rupiah.

Dari situlah perjalanan sebenarnya dimulai.  Saya terlebih dahulu tanya-tanya ringan kepada petugas tiket.

“Pak,  yang ke Pantai Pucang Sawit banyak?”
“Nggak ada mbak,” kata si Bapak.  “Mbak mau ke Pucang Sawit??? “ Sambil melotot nggak percaya.  Seolah si bapak mau bilang sumpah lo?!
“Iya, Pak.  Ada petunjuk jalannya kan? “ tanya saya lagi.  Untuk memastikan supaya nggak nyasar.
“Ada.  Ada kok.  Hati-hati ya mbak.  Jalannya sulit loh. “ Si bapak masih nggak rela.

Awalnya kita bertiga selow banget.  Masalah jalan sulit sih nggak apa-apa, tapi kalau nggak ada petunjuk arahnya itu yang ribet.  Apalagi Maps di handphone sudah tak berfungsi. Beberapa menit kemudian, yang dikhawatirkan kejadian juga.  Si bapak tadi Cuma PHP. Hikzzz.  Petunjuk arah hanya ada di ujung jalan makadam.  Seketika, kita hilang di dunia antah berantah.

Seperti karakteristik pantai-pantai di Pucanglaban lainnya,  jalan ke Pantai Pucangsawit harus melewati bukit-bukit dan ladang.  Nah,  mulai dari situlah petunjuk  arah hilang.  Medan mulai  naik turun tidak rata beralas tanah. Semakin jauh dari pemukiman,  semakin sepi suasana.  Angin berhembus kencang dan kami dihadapkan dengan banyak jalan bercabang. 
Saya selalu memilih jalan paling lebar,  dengan pertimbangan bahwa jalan tersebut yang paling sering dilalui wisatawan.  Namun di satu persimpangan besar,  terdapat dua jalan bercabang yang sama-sama lebarnya,  sama-sama sering dilalui orang.  Kami berhenti cukup lama hingga akhirnya mencoba untuk buka HP.  Beruntungnya dapat sinyal 4G.  Kaget banget. Alhamdulillah bisa lihat maps yang menunjukkan arah ke jalur kiri.

Dari sanalah,  kami mulai dibingungkan dengan banyak jalan bercabang untuk yang kesekian kalinya.  Alhamdulillah,  beruntung sekali lagi datang mengiringi.  Ada seorang warga lokal yang melintas.  Padahal sedari tadi sangat sepi.  Bapak yang 'kami tak tau namanya' itu baik banget.  Bukan hanya menunjukkan jalan,  beliau juga mengantarkan hingga tepi tebing-titik terakhir yang bisa dilalui sepeda motor.  Bahkan beliau menawarkan bantuan untuk mengantar ke bawah hingga pantai,  namun saya langsung menolak karena tak enak jika terlalu lama merepotkan.
  

Setelah sampai di ujung tebing,  kamu akan terkagum dengan pemandangan luar biasa laut selatan yang luas. Airnya biru menyatu dengan langit.  Subhanallah, pemandangan ini mirip di Pantai Lumbung saat kita ada di atas.  Namun, tebing menuju pantai Pucang Sawit tampak lebih kuat,  megah,  dan luar biasa. Perbandingan air dan tanah yang terjangkau pandangan bahkan sampai 50:50. Seolah-olah laut di depan kita lebih tinggi posisinya dan siap meneggelamkan bumi.  Ciptaan yang tak akan mampu diterka manusia.

Cukup sudah mengaggumi alam dari sana.  Perjuangan ke pantai Pucang Sawit baru sepertiga jalan.  Setelah itu,  kamu harus jalan kaki turun tebing setinggi kurang lebih 100 meter lebih dengan jarak tempuh turun mencapai 40 menit. 

“Kok lama banget?! Jalan kaki hampir sejam? “


Selain jalan yang sulit, masuk hutan dengan pepohonan lebat,  ranting dan akar menjalar di sana sini,   tanah berpijak cukup licin meskipun tidak basah. Apalagi di salah satu sisi langsung mengarah ke tepi tebing yang cukup tinggi.  Jadi kamu harus super waspada.  Tak disangka-sangka keberuntungan datang menghampiri kami lagi.  Ada dua bocah lokal yang juga hendak turun ke pantai.  Setidaknya mereka bisa jadi penunjuk arah yang dapat kami andalkan.  Hehe…

Sulit menerjemahkan jalan ke pantai Pucang Sawit ini dengan kata.  Insaallah saya akan kasih cuplikan yang terekam kamera.  Meski di beberapa titik perjalanan yg sulit tidak bisa terabadikan dalam video karena terlalu bahaya ketika pegang HP sambil turun tebing,  namun sedikit gambaran ini bisa kamu jadikan bahan pertimbangan ketika ingin main ke pantai Pucang Sawit.

Tips turun aman tebing Pucang Sawit berdasar pengalaman saya dan teman-teman khususnya buat para cewek yang mau hunting foto,  kalau buat cowok sih nggak masalah lah ya.  Hohohooo…

Pertama,  pakai alas kaki yang cocok buat medan licin.  Tanah keringnya sering kali bikin sepatu atau sendal tergelincir.  Kedua,  jangan menggunakan akar atau batang pohon sebagai pegangan utama karena banyak pohon dahan lapuk serta akar yang mudah patah.  Mungkin kamu akan tertipu dengan tampilan luarnya yang tampak kuat. Alhamdulillah di 3 titik turunan tersulit sudah terdapat tali tambang untuk pegangan.  Namun itu cuma sedikit saja.  Tips terakhir, sekali-kali pandangkah ke arah laut saat perjalanan turun,  dan itu akan menyegarkan lelahmu.

Ada yang menyebut bahwa Pantai Pucang Sawit itu adalah belitungnya Tulungagung.  Ada-ada saja ya,  kayaknya bukan cuma Ranu Gumbolo yang dimirip-miripin sama Ranu Kumbolo. 

“Belitung?  Masak sih? “




Yap,  maksudnya adalah banyaknya batuan-batuan besar yang tersebar di sepanjang pantai sangat mirip dengan batu-batuan yang pernah menjadi lokasi syuting film Laskar Pelangi.  Iya,  pantai Pucang Sawit punya batuan besar yang dapat kamu lewati sambil berlarian di pantai saat air surut. Tentunya, inilah spot foto terbaik di sini karena tidak akan ada pada pantai-pantai lain di Tulungagung.

Sayangnya, saya, Dinar dan mba Evy tiba menjelang siang ketika air laut pasang.  Ombaknya cukup besar dan berdebam keras ketika menyentuh bibir pantai. Apalagi pantai Pucang Sawit memiliki banyak karang-karang mati yang terkumpul di tepi pantai.  Ketika ombak besar datang dan menyapunya,  air yang kembali ke arah laut akan menyeret kerang-kerang mati tersebut hingga muncul bunyi klathak-klathak yang cukup keras.  Ini persis seperti asal mula Pantai Klathak.  Namun,  kalau di pantai Klathak,  kamu tidak akan benar-benar mendengar karang yang berbenturan satu sama lain karena ombak di sana tidak begitu besar.

Datang di saat air pasang,  saya tidak dapat mengeksplore banyak spot.  Apalagi,  dua bocah yang turun bersama kami tadi sering sekali memperingatkan untuk segera balik ke atas karena ombak makin tinggi hingga hampir menenggelamkan seluruh pantai.  Maklum saja,  beberapa waktu lalu memang ada 2 wisatawan terseret ombak di Kedung Tumpang yang lokasinya tak jauh dari pantai Pucang Sawit.  Mungkin mereka khawatir. 

Pada waktu pulang, kami juga mampir di sebuah warung untuk beli minum.  Si ibu penjual tanya mau kemana.  Lalu mba Evy jawab dari Pucang Sawit.  Eh si ibu langsung ngomong panjang lebar yang intinya melarang kita ke Pantai karena terlalu berbahaya.  Bagi warga sekitar,  pantai-pantai di Pucanglaban memang sangat mereka hindari. 

Balik ke pantai,  hehe,  setelah beberapa saat menikmati aroma laut,  kami  sempat makan, istirahat,  dan me time masing-masing.  Dinar sibuk dengan selfienya. Mba Evy yg akhir-akhir ini terobsesi dengan potret langit. Dan saya pun kesana kemari memenuhi memori dengan gambar dan video menarik pantai Pucang Sawit.  

Dua jam berlalu dengan cepat.  Kami memutuskan segera kembali. Ombak yang makin besar membuat suasana makin menyeramkan. Suaranya juga makin keras bagai guntur yang menyambar.  Cipratan air asin pun makin tinggi menjadi bulir-bulir embun yang mngaburkan jarak pandang. Apalagi lokasinya yang jauh terpencil di bawah tebing membuat bulu kuduk sempat merinding ketika membayangkan hal-hal buruk. 
Yes.  Turun butuh waktu 40 menit,  naiknya pasti akan lebih lama lagi.  Awalnya semua berjalan lancar.  Dinar  berjalan dahulu sambil memanfaatkan batang kayu sebagai alat bantu jalan. Mba evy ada di tengah karena dia trauma setelah kepleset hingga pantatnya mencium tanah (eh).  Sementara saya, lebih sering di paling belakang supaya lebih leluasa ambil foto dan video. 

Dipertengahan jalan naik itulah tiba-tiba saya teringat kunci motor.  Entah dari mana fikiran tersebut datang.  Spontan saya berhenti lalu menggeledah tas berkali-kali.  Namun kunci tersebut tidak ada dimanapun.  OMG jiwa langsung roboh saat itu juga. 

Kunciku hilang!!!!

“Nggak, aku nggak mau balik turun lagi, “ kata mba Evy sambil ngos-ngosan mengatur nafas.

Kalau bisa memilih,  saya juga tak sanggup turun lagi untuk mengambil kunci.  Membayangkan harus naik turun lagi aja sudah gelagapan.  Keringet bikin basah kuyup pula.  Tapi saya juga yakin kalau kunci itu tidak tertinggal di pantai. Saya selalu memastikan dengan menegok berkali-kali dan tidak ada barang apapun yang tertinggal.  Sisa perjalanan pun saya lalui dengan jiwa hampa,  seperti siswa yang gagal ujian atau guru yang gagal tes CPNS.  Ya,  gitu deh…  Saya tak punya pikiran lain kecuali kunci kunci kunci.  Pulang naik apa saya nanti?

Alhamdulillah,  satu-satunya harapan semoga kunci tertinggal di atas yaitu di kendaraan akhirnya menjadi hadiah terbaik hari itu.  Beberapa kali saya teriak ke arah laut,  mengucap syukur atas teguran Allah dengan ujian yang masih mampu saya lalui.  Sekali lagi,  Allah menunjukkan cinta kasih-Nya pada saya.  Allah menyentil dengan caranya yang indah.  Semoga saya tetap ingat untuk menundukkan kepala dan tidak sombong dihadapan alam.  Sesungguhnya semua ini hanyalah milik-Nya.


Videonya segera menyusul di IG dan Blog ini. Buat kamu yang ingin tau atau tanya-tanya tentang pantai Pucang Sawit, bisa tulis di kolom komentar ya. Sapa tau ada yang pengen barengan ke sana lagi. Heeeeheeee. 



Tips sholat saat traveling di tempat jauh pemukiman seperti Pantai Pucang Sawit


Sholat itu wajib. Kadang kala kita lalai saat terlalu asyik liburan dan menikamti pemandangan. Untuk itu, perlu rencana khusus supaya kewajiban terpenuhi dan liburan jadi lebih menyenangkan tanpa beban.

Rencana perjalanan saya adalah berangkat pagi pulang sore. Jadi, waktu sholat yang harus diperhatikan adalah Dhuhur dan Ashar. Untuk itu, kita perlu memerhatikan beberapa hal ini:
·  Lama perjalanan. Jadwal keberangkatan  sangat memengaruhi waktu tiba kita di lokasi wisata. Apabila perkiraan waktu tiba sebelum Dhuhur, maka carilah mushola ketika masih menemukannya di pemukiman. Di Pucanglaban cukup sulit menemukan mushola, apalagi yang ada tempat wudlunya. Biasanya juga ada masjid namun terkunci dan tidak dilengkapi kamar mandi. Jadi lebih baik kamu berhenti dan menunnggu waktu sholat.
·  Bawa perlengkapan sholat. Tidak semua mushola difasilitasi dengan mukena. Khusus buat cewek wajib banget bawa alat sholat supaya tidak kerepotan cari pinjaman. Apalagi kalau selama perjalanan tidak menemukan mushola, jadi kamu bisa cari tempat teduh seperti sekolah, rumah, dll untuk numpang sholat.
·  Bawa baju ganti. Namanya juga maen di pantai, tentunya bakal basah. Kalau sudah masuk waktu sholat dan pakaian kotor semua, kita bisa gantu baju dulu lalu melaksanakan sholat.

Semoga tulisan ini membantu. Koleksi foto lebih lengkap di IG @Reezumiku_Blog

Wassalamualaikum...

10 comments:

  1. Lainkali lebih teliti nyimpan kunci ataupun sebelum ke lokasi,kak.
    Untung loh, kuncinya masih tergeletak di kendaraan. Kalo ngga ... , waah .. 🤔

    Seru ya ngebolang kompakan bertiga ke pantai Pucang Sawit ☺.
    Bagus pantainya.

    ReplyDelete
    Replies
    1. iya saya emang sering teledor :-)
      .
      Bener, pantai ini sebenernya lebih cantik kalau sedang surut. semoga ada kesempatan ke sana lagi heheheee

      Delete
  2. indah abis ya, belum pernah ke sana.. tapi skrg musim ombak besar ya?

    ReplyDelete
    Replies
    1. iya, musim gina nggak usah ke pantai dulu. ngeri... buat foto2 juga nggak keren heheheheee

      Delete
  3. Bagus pantainya,bisa lah kesana klo udh aman...

    ReplyDelete
    Replies
    1. ayo be.. kapan kita ke pantai? mumpung masih singelillah... wkwkwkkwkwk

      Delete
  4. Jadi penasaran sama pantai ini karena turunnya yang seru sekali kelihatannya. Masukin wish list dulu ahhhh....

    ReplyDelete
    Replies
    1. Yup. Pantai Pucang Sawit emnag bikin penasaran karena lokasinya yang jauh dan sulit di jangkau. Semoga wishlist-nya segera tercapai :-)

      Delete

Local Business Directory, Search Engine Submission SEO Tools