LOVE IN MANGA
Cerita Cinta di Halaman Manga
6 juli 2013
CHOOSE THE FUTURE
“Tapi
mbak, aku tidak mau memaksakan kehendaknya.”
“Ah,
kamu itu jadi orang tua nggak becus. Bagaimana dia bisa dapat pekerjaan dengan
kuliah yang tidak jelas itu,” ucap wanita paruh baya yang duduk di kursi ruang
tamu sambil menggoyangkan kipas di tangannya.
“Tapi
percuma juga kalau kuliah dengan hati tertekan. Itu tidak akan menghasilkan
apa-apa.”
“Terserahlah.
Aku tidak peduli lagi. Yang penting aku sudah memperingatkanmu,” seraya
membuang muka.
Lelaki
berkumis itu hanya terdiam di sebelahnya.
“Semua
orang juga tau kalau jurusan bisnis itu lebih baik dan lebih terjamin.” Wanita
gemuk itu masih saja mengomel.
“Tapi
anakku tidak menyukainya!”
“Suka
tidak suka itu bukan masalah. Nanti kalau sudah dijalani, dia juga akan
terbiasa.”
Perbincangan
terdengar hingga ke kamar seorang gadis yang menjadi subjek pembicaraan itu.
Dia termenung mendengarkan perbedaan pendapat antara budhe dan ayahnya.
Budhe
menginginkannya kuliah di bidang bisnis sedangkan ayah
dan ibunya mendukung atas pilihannya. Namun mereka juga tak bisa pura-pura tuli
atas komentar budhenya.
“Maaf
mbak, aku tidak mau mengorbankan
kebahagiannya. Kalau anakku lulus ujian masuk universitas di Jepang, maka aku
akan membiarkannya berangkat ke sana.”
Wanita
itu keluar tanpa pamit.
***
“Tar, Tari
bangun,” ucap seorang mahasiswi pada temannya yang tertidur di ruang kelas.
“Udah selesai ya?” tanya gadis
yang baru tersadar
dari mimpinya itu.
Pipinya masih menempel
di meja dan mulai membuka
matanya yang lengket. Buku yang menutupi mukanya terjatuh. Kemudian ia menarik
kepalanya ke kanan dan ke kiri hingga menimbulkan suara-suara aneh yang membuat
geli.
“Lihat tuh
temanmu! Dia selalu aja begitu,”
“Ah, Kalian ini.
Tau sendiri kan?! Pelajarannya
ini super membosankan. Untung, rugi, hitung-hitungan begini
begitu dan blablablaaa…..”
Tari bertingkah seolah menjadi dosen.
“Emang ada, mata
kuliah yang nggak membosankan buatmu. Haaah?! Tiap hari kamu cuma tidur. Atau kalo nggak, pasti buku tulisku udah
penuh coretan-coretanmu yang
nggak jelas itu.”
“Hey, siapa
bilang coretan itu nggak jelas?! Bagus tau.” Tari tak mau kalah.
Lestari Kumala
Dewi adalah mahasiswi jurusan
bisnis managemen di Surabaya.
Bidang yang sama sekali tidak
menarik baginya. Dia memang salah pilih jurusan. Tari
sesungguhnya tak mau seperti ini. Ia ingin serius belajar dan membanggakan
kedua orang tuanya. Namun otak kirinya tak se-encer otak kanan. Ia tak mampu
mencerna pelajarang-pelajaran yang menyesakkan itu.
Seorang
teman bergaya nyentrik menghampiri ketika ia sedang duduk sendirian di dekat tempat
parker.
“Eh,
apa kabar?”
“Baik,”
jawabnya datar.
“Katanya
dapat beasiswa di Jepang. Kok masih di sini aja?” tanya Puri, teman satu
komunitasnya di pecinta musik Jepang.
“Iya
sih udah dapat beasiswa, tapi lagi nunggu kabar nih. Entah lulus ujian masuk
universitas apa nggak.”
Gadis 19 tahun
ini menyukai dunia ke-jepangan. Semua yang serba Jepang selalu di pelajarinya.
Budaya, tradisi, bahasa dan terutama manga[1].
Semua
itu berawal dari kakaknya yang telah menularkan hobinya menonton film-film
animasi seperti Inuyasa, Dragonball
Z, Naruto. Bahkan saat
Tari masih SD selalu di suguhi Pokemon, Doraemon, Sailor Moon,
dan Detective Conan, yang kini benar-benar di gandrunginya. Juga Shoune
***
Tari membuka
laptopnya dan mulai menjelah dunia maya. Di bukanya email yang menumpuk oleh
pemberitahuan-pemberitahuan dari facebook dan twitter. Matanya terbelalak tertuju pada salah
satu inbox yang mencolok dan berbeda dengan lainnya.
From: JASSO
Tari segera
mengarahkan kursornya kesana. Jantungnya berdebar
membaca setiap barisnya. Keningnya berkerut dan perlahan bibirnya melebar. “Ayah…Ibu… Aku akan ke Jepang….. ” teriaknya
bersemangat lalu beranjak
dari mejanya lalu
menghampiri ayah dan ibunya di lantai
bawah karena tidak mendengar teriakkannya.
“Ibu… Ayah… Aku lulus di Tokyo Polytechnic University.
Aku akan ke Jepang ayah,”
peluk Tari pada kedua orang tuanya.
“Benarkah
sayang?” tanya ibunya yang masih tidak percaya.
“Iya, di fakultas seni. Jurusan manga,
bu”
“Ayah senang mendengarnya,” ucap ayahnya lalu mengecup
kening putrinya. “Tapi apa kamu yakin tidak mau ambil bisnis saja di sana?”
tambah ayahnya bercanda.
“Ah ayah, jangan
begitu,” ucap ibunya.
“Loh benar kan bu. Biar nanti dia bisa meneruskan bisnis ayah.” Ayahnya
memundurkan kursi dan meletakkan kedua tangannya di pundak Tari. “Tapi apapun
pilihanmu. Ayah akan mendukungnya. Apapun yang membuatmu bahagia.”
***
Salah satu
temannya di komunitas cosplay[3] memiliki
keluarga yang sedang menempuh pendidikan di Jepang. Tari pun mulai
berkomunikasi dengannya melalui email.
From : Ami – Japan
Tari, sudah ada tempat yang
cocok untukmu. Salah satu penghuni apartemenku telah pindah. Kini
kamar itu kosong dan telah
kupesan untukmu. Aku tunggu kedatanganmu…
Sepotong
email dari Ami melegakan ke dua orang tuanya. Mereka bisa melepaskan putri bungsunya dengan tenang. Setidaknya
masih ada orang yang bisa menjadi tempat tujuan anaknya
seandainya tersesat.
***
“Jaga diri baik-baik
ya sayang. Selalu waspada! Gunakan jurus tinjumu kalau ada yang macam-macam,”
pesan ibu saat mengantarkannya di bandara Juanda Surabaya.
Tinju adalah
satu-satunya ilmu beladiri yang dikuasai Tari. Tak banyak teknik. Hanya cukup
mengepalkan tangan, mengumpulkan
tenaga di punggung-punggung jari lalu plakkkk….. Lawanpun
langsung tersungkur. Itulah yang di
ajarkan kakaknya.
“Belajarlah yang
rajin dan segera pulang membawa kebanggaan untuk ayah,” ucap ayahnya dengan tegas sambil
menepuk pundaknya
Terlihat
mata mereka yang berkaca-kaca mencoba tegar mengantarkan kepergiannya.
“Abang pasti
akan merindukanmu, cungkring,” tambah kakaknya sambil mencubit pipinya yang
tipis. “Jangan
lupa kalau sudah sampai di sana, kirimin conan ya” Tari tertawa kecil mendengar
permintaan kakaknya.
“Ah bang Wira… selalu itu
deh.” Tari mengambil napas, “Baiklah! Aku akan segera menyerbu toko buku dan
melemparkan si conan itu ke sini.”
“Haaaaaa….. dasar
kau ini,” Wira mencubit pipi
adiknya lagi lalu memeluknya.
Pertama kalinya
Tari akan pergi jauh meninggalkan orang-orang yang di sayanginya. Keluarga yang
selama ini menjadi tempatnya berlindung.
Teman-teman dari komunitas cosplay dan pecinta musik Jepang juga ikut mengantar
nya.
Tari memandang wajah
teman-temannya yang menampakkan raut berbeda dari keluarganya yang masih saja sedih. Mereka, Gilang, Dika,
Puri, dan yang lainnya melambaikan tangan penuh bahagia. Seolah mereka mengerti
bahwa inilah yang Tari inginkan dan butuhkan.
Mereka paham
bagaimana ambisi Tari yang pasti akan berkembang dengan kepergiannya menuju
negara asal manga itu muncul.
“Tari….. ambilkan pick bas Tetsu kalau ketemu L’arc-En-Ciel
ya….!”
teriak Gilang, salah satu
temannya yang seorang cielers, fans band Jepang L’arc-En-Ciel.
Hal itu memecah
senyum Tari yang berjalan meninggalkan mereka sambil melambaikan tangan.
***
Bagi Tari, Jepang terlihat menyenangkan. Apalagi impiannya kini terwujut, Jepang. Hanya Jepang yang membuat hatinya damai... Tetapi tak semua yang terjadi sesuai kacamatanya. Ada banyak hal lain yang tak diketahuinya.
Bagaimanakah petualanngannya di Jepang???
Bagaimana kuliahnya di jurusan manga? Kartun? Ya, belajar manga langsung dari negara asalnya?
Dan juga bagaimana pertemuan Tari dengan seorang lelaki misterius penghuni apartemen depan kamarnya????
*
*
*
To be continued
anisa, beasiswa untuk belajar manga ada gk ya ?
ReplyDeleteThis comment has been removed by a blog administrator.
ReplyDelete